Malamnya, aku
dan suami hanya di rumah, bercengkrama dengan Ling-Ling kecilku sambil
mencoba-cobakan baju-baju, pakaian dalam, dan aksesori baru yang sudah kami
belikan untuknya. Entah berapa baju yang tadi kami beli. Yang jelas, tiap warna baju ada pasangan baju dalam dan bando kainnya. Jika
bajunya biru, pakaian dalam dan bandonya juga biru. Jika bajunya kuning,
pakaian dalam dan bandonya juga kuning. Begitu pula untuk pink.
Untungnya, dia tidak rewel meskipun beberapa kali harus berganti pakaian
dan aksesori. Apa pun warna baju yang dipakainya, dia
tetap
kelihatan cantik. Kau memang cantik, Ling-Lingku. Sayang, sepatunya hanya satu
karena kami hanya sempat beli sebuah sepatu pink
yang lucu. Sebab, suami keburu meeting
dengan kliennya.
Keesokan
harinya kami membawa Ling-Ling ke Sidoarjo untuk mengembalikannya ke panti.
Berat sekali rasanya. Namun, apa daya sudah tiga hari. Aku harus menepati
janjiku ke Mbah. Tapi, feeling-ku
mengatakan aku bisa membawanya lagi. Makanya, kami membelikannya baju banyak
biar bisa dipakai di hari raya nanti. Ya, semoga saja.
Sebelum jalan, kami cobakan kursi bayinya. Tapi ternyata dia malah mewek
dan meronta-ronta, tidak mau duduk di kursi bayinya. Oalah, kursi bayi seharga Rp 450 ribu itu pun sia-sia. Hehehe. Sebelum ke
panti, kami mampir ke Toko Mas Gajah Sidoarjo untuk membelikannya sepasang
anting bayi. Sejak bayi, dia (dan teman-teman
perempuan pantinya) tidak memakai anting. Duit siapa buat membelikan anting?
Setelah itu
kami membawanya ke RS Siti Hajar Sidoarjo untuk menindikkan telinganya dan
memasangkan anting barunya. Hmm, cantik sekali dia. Like a princess.
Next destination adalah panti. Dalam perjalanan menuju
panti, saya terus berdoa, semoga saya boleh membawanya lagi. Betapa senangnya
seandainya bisa berhari raya bersamanya. Setelah bertemu Mbah, kukembalikan si
Ling-ling, tapi dia tidak mau lepas dari gendonganku. Kata Mbah, ”Cobi matur Gus langsung mawon, mumpung wonten.”
Alhamdulillh,
ternyata Gus mengizinkan kami membawa Ling-Ling lagi. Keesokan harinya, sehari
menjelang hari raya, badan Ling-Ling terasa hangat dan matanya agak memerah. Kami belikan dia Tempra, obat penurun panas. Alhamdulillh
panasnya turun.
Tapi, sorenya badannya panas lagi. Kami agak panik. Lha wong itu malam hari raya, apa ada dokter yang buka.
Alhamdulillah ternyata dr Bambang Permono SpA buka, tapi kami harus membawanya
ke rumahnya di bilangan Dharmahusada.
Namun, malam harinya, badannya panas lagi. Entah berapa suhunya sehingga
dia tidur tidak nyenyak. Bahkan, menjelang subuh aku terbangun dan kulihat
badannya agak kejang. Aku pun berteriak-teriak kebingungan untuk
membangunkan suami dan orang tua. Panik sekali kami.
Setelah cuci muka dan berganti pakaian supersingkat, kami membawanya ke UGD
Siloam di Gubeng. Dalam perjalanan Pabrik Kulit Gubeng, tak henti-hentinya aku
berdoa memohon kepada Allah agar jangan sampai terjadi apa-apa pada
Ling-Lingku. Kami sangat takut. Untung, perjalanan sangat lancar karena masih
pagi buta. Jalanan yang biasanya macet bisa ditempuh dalam waktu kurang dari 20
menit. Meskipun begitu, perjalanan saat itu serasa sangaaat lama. Syukur kami
bisa sampai di UGD dan segera bayiku mendapat pertolongan.
Setelah menunggu beberapa saat, dokter mengizinkan Ling-Ling untuk
pulang. Ketika sampai di rumah, tidak ada orang
karena semua sedang melaksanakan salat Id. Kutidurkan dia. Pulas sekali tidurnya. Ya, rencana kami untuk berhari
raya dan berkunjung ke sanak saudara bersama Ling-Ling ternyata kalah dengan
kehendak Allah. Sebaliknya, kami malah di UGD dan di kamar saja. Man proposes, God disposes.
Saat Idul Fitri ke-2, suhu badannya sudah normal sehingga kami berani
mengajaknya silaturahmi ke rumah mertua dan bude-bude. Namun, ternyata siang
hari badannya hangat lagi dan timbul bercak-bercak agak merah di kulitnya yang
putih. Sorenya kubawa lagi ke dr Bambang. Ternyata dr Bambang mendiagnosis
Ling-Ling terkena campak.
Dia memang belum mendapat vaksin campak. Sebab, vaksin campak baru bisa
diberikan pada saat bayi berumur 9 bulan, padahal saat itu dia masih 6–7
bulanan.
Ya, mungkin karena selama ini dia belum terbiasa udara di luar sehingga ketika aku mengajaknya ke mall, virus-virus pun dengan mudah masuk ke tubuhnya. Banyak undangan teman-teman untuk ngumpul-ngumpul –karena memang momen Idul Fitri mumpung mereka pulang kampung– aku tolak.
Ya, mungkin karena selama ini dia belum terbiasa udara di luar sehingga ketika aku mengajaknya ke mall, virus-virus pun dengan mudah masuk ke tubuhnya. Banyak undangan teman-teman untuk ngumpul-ngumpul –karena memang momen Idul Fitri mumpung mereka pulang kampung– aku tolak.
Aku lebih suka menghabiskan waktuku bersama Ling-Ling, merawatnya
dengan segenap hati dan kasih sayang. Setelah dia benar-benar sembuh, baru dia
kuajak menghadiri acara-acara halal bihalal maupun reuni. Bahkan dia sempat
kuajak halal bihalal di kediaman Rektor Unesa Prof Muhlas meski cuma sebentar. Juga
halal bihalal di rumah Bu Sirikit. Sungguh senang sekali bisa mengajaknya.
Tak terasa 15 hari sudah kubersamanya, 15 hari yang begitu indah. SMS itu
akhirnya datang juga. Gus Mat, pemilik panti, menanyakan Ling-Ling dan
memintanya segera dikembalikan. Sorenya, sepulang dari mengajar, aku berangkat
lagi ke Sidoarjo, ke panti Ling-Ling untuk mengembalikannya. Selama di
perjalanan, gundah sekali perasaanku. Aku mengajak ibu bapakku, siapa tahu
mereka bisa menembungkan ke Gus Mat agar boleh membawanya lagi.
Sesampainya di panti, aku langsung menuju kamar Ling-Ling. Mbah Nur
menyambutku. Kutanya Mbah, ”Gus wonten,
Mbah?” ”Mboten wonten,” jawabnya.
Maka, kuputuskan untuk menelepon Gus saja agar Gus mengizinkanku membawa Ling-Ling
lagi.
Sayangnya, Gus tidak mengizinkanku. Berlinangan air mata aku mendengar
jawabannya. Aku pun pamit ke Mbah dengan rasa marah, kecewa, sedih bercampur
aduk. Mbah berusaha meraih Ling-Ling dari gendonganku. Namun, Ling-Ling tidak
mau, bahkan dia berusaha untuk berpegangan padaku sambil menangis keras.
Sungguh menyayat hatiku tangisannya. Ya Allah, sungguh tidak tega aku
mendengar tangisannya. Aku ikut menangis,
ibuku pun menangis, Mbah pun menangis. Tapi apa boleh buat, Ling-Ling harus dikembalikan. Di mobil, sambil
menyetir aku masih terus menangis. Bahkan, bapak ibuku ikut menangis. Rasanya,
tidak kuat badan ini menahan sedih. Maka kuputuskan mampir di rumah Citra
Garden untuk salat, mohon kepada Allah agar aku bisa tenang. Akhirnya, setelah
aku lumayan tenang, kulanjutkan perjalanan ke Surabaya.
Sejak saat itu, setiap Minggu, kusempatkan menjenguknya barang 1–2 jam.
Namun, setiap aku pulang, sampai saat ini pun, selalu dia nggandoli aku dan menangis. Aku p juga
ikut menitikkan air mata. Tidak tega rasanya meninggalkannya di sana.
Bahkan, sekarang, ketika dia sudah tambah besar, begitu mendengar suaraku
mengucapkan salam dan melihat sosok tubuhku di pintu, dia sudah heboh
berteriak-teriak minta gendong. Sempat aku berpikir untuk tidak mengunjunginya
lagi di panti. Kasihan dia, psikologisnya pasti tersiksa kalau harus sering
menangis karena mamanya meninggalkannya. Aku pun bertekad untuk tidak
mengunjunginya lagi. Namun, ternyata aku tidak kuasa menahan rasa rinduku
kepadanya.
Suatu sore aku mengunjunginya ke panti. Namun, apa yang terjadi, sudah dua hari
Ling-Ling masuk RSUD karena badannya panas setelah aku menjenguknya. Meskipun
masih bayi, mungkin dia sudah bisa merasakan kalau aku benar-benar menyayanginya
dengan tulus dan dia tidak ingin berpisah dariku.
Betapa sedihnya aku mendengar berita itu. Saat itu juga kupacu Swiftie-ku
ke RSUD. Kulihat kakinya diinfus. Jarum di tangannya berkali-kali bengkok karena
dia terlalu banyak gerak. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk mengurangi frekuensi
kunjunganku ke panti, dua minggu sekali. Kasihan dia
kalau harus sering-sering menangis karena ditinggal Mamanya. Rasanya rinduuu
sekali padanya.
***
Aku pernah berjanji untuk merayakan ulang tahunnya yang pertama di panti.
Sudah kutunaikan janjiku kemarin. Saat ini aku dalam dilema: Haruskah aku
menghentikan kunjunganku ke panti ataukah aku masih tetap mengunjunginya? Jika
aku tetap mengunjunginya, aku takut dia akan tersiksa secara psikologis. Siapa pun
pasti tidak tega mendengar tangisannya ketika kami harus berpisah.
Begitu juga saat ulang tahun kemarin. Dia begitu gembira melihatku dan
menangis keras ketika aku meninggalkannya. Setiap kali selalu seperti itu.
Namun, jika aku berhenti mengunjunginya, siapa yang akan memberikan kasih
sayang padanya?
Ya Allah, Engkau Maha Mengatur. Mohon
tunjukkan apa yang terbaik untuk kami. Amin.
Citra Garden, 20 Januari 2013
(Oh Ling-Ling sayang, maafkan Mama seandainya Mama tidak bisa mengunjungimu
lagi. Itu demi kebaikanmu. Tapi, Mama akan selalu berdoa yang terbaik untukmu)
Sabar ya mbak....Semua di dunia ini adalah milik Allah...minta jalan terbaik untuk mbak dan keluarga juga si kecil Ling Ling kepada Allah. Sholat hajat mbak. Semoga mbak dan ling ling bisa bersama.
BalasHapus