Rabu, 06 Februari 2013

Ling-Ling (2)


Malamnya, aku dan suami hanya di rumah, bercengkrama dengan Ling-Ling kecilku sambil mencoba-cobakan baju-baju, pakaian dalam, dan aksesori baru yang sudah kami belikan untuknya. Entah berapa baju yang tadi kami beli. Yang jelas, tiap warna baju ada pasangan baju dalam dan bando kainnya. Jika bajunya biru, pakaian dalam dan bandonya juga biru. Jika bajunya kuning, pakaian dalam dan bandonya juga kuning. Begitu pula untuk pink.
Untungnya, dia tidak rewel meskipun beberapa kali harus berganti pakaian dan aksesori. Apa pun warna baju yang dipakainya, dia tetap kelihatan cantik. Kau memang cantik, Ling-Lingku. Sayang, sepatunya hanya satu karena kami hanya sempat beli sebuah sepatu pink yang lucu. Sebab, suami keburu meeting dengan kliennya.

Keesokan harinya kami membawa Ling-Ling ke Sidoarjo untuk mengembalikannya ke panti. Berat sekali rasanya. Namun, apa daya sudah tiga hari. Aku harus menepati janjiku ke Mbah. Tapi, feeling-ku mengatakan aku bisa membawanya lagi. Makanya, kami membelikannya baju banyak biar bisa dipakai di hari raya nanti. Ya, semoga saja.
Sebelum jalan, kami cobakan kursi bayinya. Tapi ternyata dia malah mewek dan meronta-ronta, tidak mau duduk di kursi bayinya. Oalah, kursi bayi seharga Rp 450 ribu itu pun sia-sia. Hehehe. Sebelum ke panti, kami mampir ke Toko Mas Gajah Sidoarjo untuk membelikannya sepasang anting bayi. Sejak bayi, dia (dan teman-teman perempuan pantinya) tidak memakai anting. Duit siapa buat membelikan anting?
Setelah itu kami membawanya ke RS Siti Hajar Sidoarjo untuk menindikkan telinganya dan memasangkan anting barunya. Hmm, cantik sekali dia. Like a princess.
Next destination adalah panti. Dalam perjalanan menuju panti, saya terus berdoa, semoga saya boleh membawanya lagi. Betapa senangnya seandainya bisa berhari raya bersamanya. Setelah bertemu Mbah, kukembalikan si Ling-ling, tapi dia tidak mau lepas dari gendonganku. Kata Mbah, ”Cobi matur Gus langsung mawon, mumpung wonten.”
Alhamdulillh, ternyata Gus mengizinkan kami membawa Ling-Ling lagi. Keesokan harinya, sehari menjelang hari raya, badan Ling-Ling terasa hangat dan matanya agak memerah. Kami belikan dia Tempra, obat penurun panas. Alhamdulillh panasnya turun.
Tapi, sorenya badannya panas lagi. Kami agak panik. Lha wong itu malam hari raya, apa ada dokter yang buka. Alhamdulillah ternyata dr Bambang Permono SpA buka, tapi kami harus membawanya ke rumahnya di bilangan Dharmahusada.
Namun, malam harinya, badannya panas lagi. Entah berapa suhunya sehingga dia tidur tidak nyenyak. Bahkan, menjelang subuh aku terbangun dan kulihat badannya agak kejang. Aku pun berteriak-teriak kebingungan untuk  membangunkan suami dan orang tua. Panik sekali kami.
Setelah cuci muka dan berganti pakaian supersingkat, kami membawanya ke UGD Siloam di Gubeng. Dalam perjalanan Pabrik Kulit Gubeng, tak henti-hentinya aku berdoa memohon kepada Allah agar jangan sampai terjadi apa-apa pada Ling-Lingku. Kami sangat takut. Untung, perjalanan sangat lancar karena masih pagi buta. Jalanan yang biasanya macet bisa ditempuh dalam waktu kurang dari 20 menit. Meskipun begitu, perjalanan saat itu serasa sangaaat lama. Syukur kami bisa sampai di UGD dan segera bayiku mendapat pertolongan.
Setelah menunggu beberapa saat, dokter mengizinkan Ling-Ling untuk pulang. Ketika sampai di rumah, tidak ada orang karena semua sedang melaksanakan salat Id. Kutidurkan dia. Pulas sekali tidurnya. Ya, rencana kami untuk berhari raya dan berkunjung ke sanak saudara bersama Ling-Ling ternyata kalah dengan kehendak Allah. Sebaliknya, kami malah di UGD dan di kamar saja. Man proposes, God disposes.
Saat Idul Fitri ke-2, suhu badannya sudah normal sehingga kami berani mengajaknya silaturahmi ke rumah mertua dan bude-bude. Namun, ternyata siang hari badannya hangat lagi dan timbul bercak-bercak agak merah di kulitnya yang putih. Sorenya kubawa lagi ke dr Bambang. Ternyata dr Bambang mendiagnosis Ling-Ling terkena campak.
Dia memang belum mendapat vaksin campak. Sebab, vaksin campak baru bisa diberikan pada saat bayi berumur 9 bulan, padahal saat itu dia masih 6–7 bulanan.
Ya, mungkin karena selama ini dia belum terbiasa udara di luar sehingga ketika aku mengajaknya ke mall, virus-virus pun dengan mudah masuk ke tubuhnya. Banyak undangan teman-teman untuk ngumpul-ngumpul –karena memang momen Idul Fitri mumpung mereka pulang kampung– aku tolak.
Aku lebih suka menghabiskan waktuku bersama Ling-Ling, merawatnya dengan segenap hati dan kasih sayang. Setelah dia benar-benar sembuh, baru dia kuajak menghadiri acara-acara halal bihalal maupun reuni. Bahkan dia sempat kuajak halal bihalal di kediaman Rektor Unesa Prof Muhlas meski cuma sebentar. Juga halal bihalal di rumah Bu Sirikit. Sungguh senang sekali bisa mengajaknya.
Tak terasa 15 hari sudah kubersamanya, 15 hari yang begitu indah. SMS itu akhirnya datang juga. Gus Mat, pemilik panti, menanyakan Ling-Ling dan memintanya segera dikembalikan. Sorenya, sepulang dari mengajar, aku berangkat lagi ke Sidoarjo, ke panti Ling-Ling untuk mengembalikannya. Selama di perjalanan, gundah sekali perasaanku. Aku mengajak ibu bapakku, siapa tahu mereka bisa menembungkan ke Gus Mat agar boleh membawanya lagi.
Sesampainya di panti, aku langsung menuju kamar Ling-Ling. Mbah Nur menyambutku. Kutanya Mbah, ”Gus wonten, Mbah?” ”Mboten wonten,” jawabnya. Maka, kuputuskan untuk menelepon Gus saja agar Gus mengizinkanku membawa Ling-Ling lagi.
Sayangnya, Gus tidak mengizinkanku. Berlinangan air mata aku mendengar jawabannya. Aku pun pamit ke Mbah dengan rasa marah, kecewa, sedih bercampur aduk. Mbah berusaha meraih Ling-Ling dari gendonganku. Namun, Ling-Ling tidak mau, bahkan dia berusaha untuk berpegangan padaku sambil menangis keras.
Sungguh menyayat hatiku tangisannya. Ya Allah, sungguh tidak tega aku mendengar tangisannya. Aku ikut menangis, ibuku pun menangis, Mbah pun menangis. Tapi apa boleh buat, Ling-Ling harus dikembalikan. Di mobil, sambil menyetir aku masih terus menangis. Bahkan, bapak ibuku ikut menangis. Rasanya, tidak kuat badan ini menahan sedih. Maka kuputuskan mampir di rumah Citra Garden untuk salat, mohon kepada Allah agar aku bisa tenang. Akhirnya, setelah aku lumayan tenang, kulanjutkan perjalanan ke Surabaya.
Sejak saat itu, setiap Minggu, kusempatkan menjenguknya barang 1–2 jam. Namun, setiap aku pulang, sampai saat ini pun, selalu dia nggandoli aku dan menangis. Aku p juga ikut menitikkan air mata. Tidak tega rasanya meninggalkannya di sana.
Bahkan, sekarang, ketika dia sudah tambah besar, begitu mendengar suaraku mengucapkan salam dan melihat sosok tubuhku di pintu, dia sudah heboh berteriak-teriak minta gendong. Sempat aku berpikir untuk tidak mengunjunginya lagi di panti. Kasihan dia, psikologisnya pasti tersiksa kalau harus sering menangis karena mamanya meninggalkannya. Aku pun bertekad untuk tidak mengunjunginya lagi. Namun, ternyata aku tidak kuasa menahan rasa rinduku kepadanya.
Suatu sore aku mengunjunginya ke panti. Namun, apa yang terjadi, sudah dua hari Ling-Ling masuk RSUD karena badannya panas setelah aku menjenguknya. Meskipun masih bayi, mungkin dia sudah bisa merasakan kalau aku benar-benar menyayanginya dengan tulus dan dia tidak ingin berpisah dariku.
Betapa sedihnya aku mendengar berita itu. Saat itu juga kupacu Swiftie-ku ke RSUD. Kulihat kakinya diinfus. Jarum di tangannya berkali-kali bengkok karena dia terlalu banyak gerak. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk mengurangi frekuensi kunjunganku ke panti, dua minggu sekali. Kasihan dia kalau harus sering-sering menangis karena ditinggal Mamanya. Rasanya rinduuu sekali padanya.
***
Aku pernah berjanji untuk merayakan ulang tahunnya yang pertama di panti. Sudah kutunaikan janjiku kemarin. Saat ini aku dalam dilema: Haruskah aku menghentikan kunjunganku ke panti ataukah aku masih tetap mengunjunginya? Jika aku tetap mengunjunginya, aku takut dia akan tersiksa secara psikologis. Siapa pun pasti tidak tega mendengar tangisannya ketika kami harus berpisah.
Begitu juga saat ulang tahun kemarin. Dia begitu gembira melihatku dan menangis keras ketika aku meninggalkannya. Setiap kali selalu seperti itu. Namun, jika aku berhenti mengunjunginya, siapa yang akan memberikan kasih sayang padanya?
Ya Allah, Engkau Maha Mengatur. Mohon tunjukkan apa yang terbaik untuk kami. Amin.

Citra Garden, 20 Januari 2013
(Oh Ling-Ling sayang, maafkan Mama seandainya Mama tidak bisa mengunjungimu lagi. Itu demi kebaikanmu. Tapi, Mama akan selalu berdoa yang terbaik untukmu)

1 komentar:

  1. Sabar ya mbak....Semua di dunia ini adalah milik Allah...minta jalan terbaik untuk mbak dan keluarga juga si kecil Ling Ling kepada Allah. Sholat hajat mbak. Semoga mbak dan ling ling bisa bersama.

    BalasHapus