Oyaa, ada
yang terlupa. Annual meeting ini adalah annual meeting khusus Marine division.
Acara inti dari annual meeting ini memang meeting, namun ada acara sekunder
yang membuat annual meeting ini jadi spesial: acara 'family gathering' nya.
Biasanya, pada hari kedua, ada acara 'Dinner with BV Marine Big Family'.
Biasanya dinner ini diadakan di resto-resto yang sipp, misalnya di resto
Keraton Jogja yang 'angker', resto di swimming-pool side di Garuda Wisnu
Kencana Bali dengan hiburan tari-tarian, dan sekarang di Kampung Daun-sebuah
resto di tengah hutan.
Selain
dinner, ada lagi yang membuat meeting ini istimewa: ibu-ibu BV bisa bertemu
dengan ibu-ibu BV lainnya. Yaa, seperti biasa, ketika ibu-ibu ngumpul, pasti
rame: ada acara nggosip, kangen-kangenan, dan yang paling kami (ibu-ibu) suka:
shopping dan rekreasi bersama. Sementara bapak-bapaknya di hotel lagi sibuk
rapat, para ibu juga sibuk, bahkan sangat sibuk: sibuk menghabiskan duit
bapaknya, heheh. Itulah mengapa, meeting selalu di tempat 'sorga belanja' agar
ibu-ibu bisa memuaskan hasrat shopping mereka.
Misal, di
Bandung banyak factory outlet2nya, Bali dengan
Pasar Sukowatinya, dan Pasar Bringin harjo dan Dagadu shop di Jogja
Bukankah shopping bisa membuat wanita awet muda dan bahagia? Di samping
memanjakan ibu-ibu, anak-anak juga dimanjakan lohh. Di Bandung, destinasi
wisata kami adalah Trans Studio dan Kampung Gajah.
Dari
Surabaya, ada 4 marine surveyor. 3 surveyor: Pak Effendy (suami), Jani, dan
Putu berangkat bersama keluarga sementara yang 1 lagi (Pak Hendro) berangkat
'sorangan wae' karena putri tunggalnya yang masih kecil sakit typhus.
Pukul 13.30 kami tiba di Banana Inn. Hanya perlu merogoh 50rb untuk
mengantar kami ke hotel itu. Setelah cek-in ternyata kami tidak bisa langsung
masuk kamar sebab kamar masih dibersihkan. Setelah menunggu beberapa saat,
datang rombongan dari Batam. Kalau tidak salah ada 9 surveyor dari Batam. Setelah kamar siap kami pun masuk kamar dan
merebahkan punggung sebentar lalu sholat.
Tiba-tiba ada BBM masuk. Dari Bu Judi
Batam. Pak Judi adalah bos Batam. Usianya lebih tua 2 tahun dari suami dan saya
(suami dan saya 38 tahun). Bu Yudi ngajak saya jalan-jalan ke Rumah Mode. Kata
teman-teman, Bu Yudi dan saya seperti adik-kakak. Potongan rambut dan body kami
memang agak mirip.
Belum sempat saya jawab, masuk lagi BBM lain dari Bu Jani Surabaya. Dia
ngajak kami ke resto Kampung Daun di Lembang. Sebuah resto yang katanya 'must
visit' kalau di Bandung. Wahh mesti mnegiyakan ajakan yang mana yaa? Setelah rundingan
sebentar dengan suami, kamipun memutuskan untuk pergi ke resto Kampung Daun
saja. Dengan pertimbangan, penghuni di perut berdemo lagi.
Maka, berangkatlah kami berombongan dengan 2 taxi. Karena untuk
mendapat taxi di Kampung Daun sulit, maka kami mencarter taxi itu dengan tarif
perjamnya 60ribu. Perjalanan ke Kampung Daun Lembang hanya perlu 30menit. Tidak
jauh memang. Ketika sampai di sana, hujan agak deras sehingga kondisi dingin
dan gelap sangat terasa. Saat itu baru pukul 3.30an, namun sudah seperti
magrib.
Saya lupa, saya tidak membawa jaket. Untuk mengurangi rasa dingin (saya
memang tidak tahan dingin), suami memelukkan tangannya ke pundak saya dan
sayapun melingkarkan dua tangan saya ke perutnya yang gendut. Mesraa, kayak
orang pacaran saja, heheh.
Resto Kampung Daun ini agak unik. Resto ini terletak di hutan sehingga
suasana alamnya sangat terasa. Banyak daun dan pepohonan, sungai kecil yang
arusnya cukup deras, juga suara binatang serangga. Selain itu, setting mejanya
lumayan unik, menggunakan model gazebo dari kayu yang jarak antara gazebo satu
dengan lainnya sangat jauh, tidak saling kelihatan.
Dalam satu gazebo ada 2 set meja, ada yang pakai kursi, ada yang
lesehan. Untuk mendapatkan meja, kami harus memesan di tempat resepsionis
resto. Dan, kami mendapat nomor antrian 6. Itu berarti kami harus menunggu
kurang lebih 30menit untuk mendapatkan meja. Sambil menunggu, kami memesan
minuman di cafe yang juga berbentuk gazebo.
Sedap sekali bau kopinya, karena memang langsung kopi blend. Aroma kopi
yang nikmat membuat sayapun memesan hot coffe-latte. Suami sempat mengingatkan,
"Lho kok pesan kopi lagi, tadi kan di pesawat sudah." Namun saya
tidak mengindahkan tegurannya, karena aroma kopi yang sedap benar-benar membuat
saya terlena. Saya sebenarnya penggemar kopi, tapi kopi yang 'light', misal
capuccino, kopi susu, coffee-latte, ataupun iced-coffee dan sehari cukup
segelas saja, karena saya tidak mau menjadi coffee-addicted. Kopi bisa
mempercepat osteoporosis.
Setelah menunggu 30menit, nama kamipun dipanggil oleh mbak resepsionis.
Manggilnyapun dengan loud-speaker: "pesanan atas nama Ibu Effendi, untuk 6
orang", katanya. Suamipun beranjak ke gazebo resepsionis untuk mengetahui
di gazebo dan meja mana kami nanti makannya.
Ternyata kami mendapat meja L-1, meja dengan posisi duduk. Setelah
membayar kopi, kamipun menuju gazebo L-1. Letaknya lebih masuk lagi tapi tidak
terlalu jauh. Kami baca daftar menunya. Ternyata menu-menu yang disajikan tidak
beda dengan resto yang lain. Ada nasi timbel, bebek/ayam goreng, sup buntut,
garang asem, iga, dll.
Saya memesan Nasi Bambu Cihaedeyung, karena penasaran seperti apa itu,
sementara suami lebih suka iga bakar penyet. Lumayan lama juga makanan baru
muncul, 30 menitan. Ternyata nasi bambu adalah nasi yang ditaruh di dalam
tabung bambu.
Sedap sekali bau dan rasa nasinya karena suwiran ayam dan ikan asin di
dalam nasi. Di sekeliling tabung, ada ikan daging bakar, telor asin,
tahu-tempe, kerupuk, dan lalapan. Hmm nikmaattt. Harganya 65ribu. Yaa,
biasalah, hampir sama dengan harga resto-resto lain. Berdua, kami harus
membayar 200ribuan.
Akhirnya, pukul 6.30 an kami pulang dan Pak Sopir taxi mencharge kami
180 ribu untuk jasa mengantar dan menunggu selama 3 jam.
(Bersambung)
(Bersambung)
21 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar